Rabu, 19 Mei 2010

SERANGGA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KESUBURAN TANAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem pertanian konvensional selain menghasilkan produksi yang meningkat, juga terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pertanian itu sendiri dan lingkungan lainnya. Keberhasilan yang dicapai dalam sistem pertanian konvensional juga hanya bersifat sementara, karena lambat laun ternyata tidak dapat dipertahankan akibat rusaknya habitat pertanian itu sendiri. Oleh karena itu perlu upaya untuk memperbaiki sistem pertanian konvensional dengan mengedepankan kaidah-kaidah ekosistem yang berkelanjutan (Aryantha, 2003).
Sebuah kesadaran perlu dibangun agar masyarakat secara bersama-sama mengupayakan perbaikan tanah yang telah terdegradasi. Terdegradasinya tanah dicerminkan oleh penurunan produksi pertanian akibat salah pengelolaan masa lalu, sehingga perlu dikembangkan strategi untuk memelihara produksi agar tetap optimum. Salah satunya dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan, yang dicirikan oleh penggunaan pupuk organik, penggunaan mulsa atau pemanfaatan residu tanaman, menggunakan sistem olah tanah konservasi dan mengurangi penggunaan pestisida kimia.
Hasil tanaman dapat digunakan sebagai indikator produksi sekarang, tetapi keberlanjutan hasil ini membutuhkan pemeliharaan kesuburan dan struktur tanah atau kualitas tanah. Kualitas tanah berhubungan secara tertutup dan tercermin dari aktivitas, diversitas, dan populasi mikroflora dan fauna tanah, seperti cacing tanah. Keterbatasan mobilitas cacing tanah membuat sangat sesuai untuk mengontrol pengaruh polutan dan pengelolaan pertanian praktis. Penggunaan residu tanaman dan pengurangan pengolahan tanah merupakan kebutuhan utama di dalam mendukung pertanian berkelanjutan.
Organisme tanah cukup baik sebagai bioindikator tanah karena memiliki respon yang sensitif terhadap praktek pengelolaan lahan dan iklim, berkorelasi baik terhadap sifat tanah yang menguntungkan dan fungsi ekologis seperti penyimpanan air, dekomposisi dan siklus hara, netralisasi bahan beracun dan penekanan organisme patogen dan berbahaya. Organisme tanah juga dapat menggambarkan rantai sebab akibat yang menghubungkan keputusan pengelolaan lahan terhadap produktivitas akhir dan kesehatan tanaman dan hewan. Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati. Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai peranan serangga tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui peranan dari jenis serangga tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keberlanjutan produksi pertanian membutuhkan pemeliharaan kualitas tanah. Istilah kualitas tanah (soil quality) yang diaplikasikan pada ekosistem menunjukkan kemampuan tanah untuk mendukung secara terus menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan yang terjaga (Magdoff, 2001). Menurut The Soil Science Society of America, yang dimaksud dengan kualitas tanah adalah kapasitas suatu jenis tanah yang spesifik untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosistem terkelola, untuk mendukung produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan hewan dan tumbuhan (Herrick, 2000).
Untuk aplikasi di bidang pertanian, yang dimaksud kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem yang sesuai untuk produktivitas biologis, mampu memelihara kualitas lingkungan dan mendorong tanaman dan hewan menjadi sehat (Magdoff, 2001). Secara lebih terinci kualitas tanah didefinisikan sebagai kecocokan sifat fisik, kimia, dan biologi yang bersamasama: (1) menyediakan suatu media untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi; (2) mengatur dan memilah aliran air dan penyimpanan di lingkungan; serta (3) berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan.
Untuk mengekspresikan kualitas tanah, berbagai indikator yang berbeda telah digunakan baik yang bersifat statis seperti kerapatan ruang (bulk density), porositas, dan kandungan bahan organik; ataupun yang bersifat dinamis dengan menggunakan model simulasi. Kerapatan ruang atau porositas bukan kriteria yang dapat dipercaya untuk membedakan pengaruh penggunaan lahan yang berbeda dalam jangka panjang, tetapi bahan organik tanah merupakan parameter yang relatif stabil yang menggambarkan pengaruh pengelolaan dan tipe tanaman pada periode yang cukup lama (Pulleman et al., 2000).
Komunitas organisme tanah selain berperan penting dalam proses ekologi, seperti siklus hara juga respon terhadap gangguan pada lingkungan tanah seperti kontaminasi terhadap logam berat dan pestisida. Singkatnya sistem biologi sangat sensitif terhadap degradasi yang baru terjadi sekalipun, sehingga perubahan status biologi dari sistem tersebut dapat menjadi peringatan dini atas kemunduran lingkungan (Pankhurst, Doube, dan Gupta, 1997).
Bioindikasi didefinisikan sebagai penggunaan suatu organisme baik sebagai bagian dari suatu individu suatu kelompok organisme untuk mendapatkan informasi terhadap kualitas seluruh atau sebagian dari lingkungannya (Hornby dan Bateman, 1997). Menurut Doran dan Zeiss (2000), tedapat lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu indikator termasuk bioindikator untuk dapat menilai kualitas tanah, yaitu: (1) sensitif terhadap variasi pengelolaan; (2) berkorelasi baik dengan fungsi tanah yang menguntungkan; (3) dapat digunakan dalam menguraikan proses-proses di dalam ekosistem; (4) dapat dipahami dan berguna untuk pengelolaan lahan; serta (5) mudah diukur dan tidak mahal.
2.1 Lingkungan Tanah
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball, 1999).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara kalorimeter dan pH meter.
Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).
2.2 Fauna Tanah
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mokroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan dengan baik.
2.3 Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah tidak terlepas dari keseimbangan biologi, fisika dan kimia; ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan sangat menentukan tingkat kesuburan lahan pertanian. Tanpa disadari selama ini sebagian besar pelaku tani di Indonesia hanya mementingkan kesuburan yang bersifat kimia saja, yaitu dengan memberikan pupuk anorganik seperti : urea, TSP/SP36, KCL dan NPK secara terus menerus dengan dosis yang berlebihan.
Pemupukan akan efektif jika pupuk yang ditebarkan dapat menambah atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia di dalam tanah. Karena hanya bersifat menambah atau melengkapi unsur hara, maka sebelum digunakan harus diketahui gambaran keadaan tanahnya, khususnya kemampuan awal untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah memiliki empat fungsi utama yaitu :
1. Memberi unsur hara dan sebagai media perakaran
2. Menyediakan air dan sebagai tempat penampung (reservoir) air
3. Menyediakan udara untuk respirasi (pernafasan) akar
4. Sebagai media tumbuhan tanaman
Tanah tersusun dari empat komponen dasar, yakni bahan mineral yang berasal dari pelapukan batu-batuan, bahan organik yang berasal dari pembusukan sisa makhluk hidup, air dan udara. Berdasarkan unsur penyusunannya, tanah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tanah mineral dan tanah organik.
2.4 Sifat Fisik Tanah
1. profil tanah
Jika tanah digali sampai kedalaman tertentu, dari penampang vertikalnya dapat dilihat gradasi warna yang membentuk lapisan-lapisan (horison) atau biasa disebut profil tanah. Di tanah hutan yang sudah matang terdapat tiga horison penting yaitu horison A, B dan C. Horison A atau Top Soil adalah lapisan tanah paling atas yang paling sering dan paling mudah dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor biologis. Pada lapisan ini sebagian besar bahan organik terkumpul dan mengalami pembusukan.
Horison B disebut juga dengan zona penumpukan (illuvation zone). Horison ini memiliki bahan organik yang lebih sedikit tetapi lebih banyak mengandung unsur yang tercuci daripada horizon A. Horison C adalah zona yang terdiri dari batuan terlapuk yang merupakan bagian dari batuan induk. Kegiatan pertanian umumnya berada pada horison A dan B.
2. warna tanah
Warna adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya perbedaan warna permukaan tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna tanah semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang kandungan bahan organiknya rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk senyawa besi (Fe). Di daerah yang mempunyai sistem drainase (serapan air) buruk, warnah tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe2+.
3. tekstur tanah
Komponen mineral dalam tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang secara individu berbeda ukurannya. Menurut ukuran partikelnya, komponen mineral dalam tanah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; Pasir, berukuran 50 mikron – 2 mm; Debu, berukuran 2 – 50 mikron dan Liat, berukuran dibawah 2 mikron. Tanah bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah jenis ini memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan airnya sangat rendah atau tanahnya lebih cepat kering.
Tekstur tanah sangat berpengaruh pada proses pemupukan, terutama jika pupuk diberikan lewat tanah. Pemupukan pada tanah bertekstur pasir tentunya berbeda dengan tanah bertekstur lempung atau liat. Tanah bertekstur pasir memerlukan pupuk lebih besar karena unsur hara yang tersedia pada tanah berpasir lebih rendah. Disamping itu aplikasi pemupukannya juga berbeda karena pada tanah berpasir pupuk tidak bisa diberikan sekaligus karena akan segera hilang terbawa air atau menguap.
2.5 Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah berhubungan erat dengan kegiatan pemupukan. Dengan mengetahui sifat kimia tanah akan didapat gambaran jenis dan jumlah pupuk yang dibutuhkan. Pengetahuan tentang sifat kimia tanah juga dapat membantu memberikan gambaran reaksi pupuk setelah ditebarkan ke tanah.
Salah satu sifat kimia tanah adalah keasaman atau pH (potensial of hidrogen), pH adalah nilai pada skala 0-14, yang menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH- didalam larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-6, artinya larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-, sebaliknya jika jumlah ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion OH- larutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman.
Di Indonesia pH tanah umumnya berkisar 3-9 tetapi untuk daerah rawa seeperti tanah gambut ditemukan pH dibawah 3 karena banyak mengandung asam sulfat sedangakan di daerah kering atau daerah dekat pantai pH tanah dapat mencapai di atas 9 karena banyak mengandung garam natrium.
Ada 3 alasan utama nilai pH tanah sangat penting untuk diketahui :
1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman, pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah netral 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air.
2. pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumanium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
3. pH tanah sangat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5.5 – 7 bakteri jamur pengurai organik dapat berkembang dengan baik
Tindakan pemupukan tidak akan efektif apabila pH tanah diluar batas optimal. Pupuk yang telah ditebarkan tidak akan mampu diserap tanaman dalam jumlah yang diharapkan, karenanya pH tanah sangat penting untuk diketahui jika efisiensi pemupukan ingin dicapai. Pemilihan jenis pupuk tanpa mempertimbangkan pH tanah juga dapat memperburuk pH tanah.
Derajat keasaman (pH) tanah sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur pertanian, sedangkan pH tanah yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan sulfur. Dapat disimpulkan, secara umum pH yang ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah mendekati 6.5-7. Namun kenyataannya setiap jenis tanaman memiliki kesesuaian pH yang berbeda.

2.6 Penilaian kesuburan tanah
Penilaian kesuburan tanah merupakan proses yg mendiagnosis permasalahan unsure hara dan menerapkan anjuran dlm hal pemupukan. Proses mendiagnosis msl unsur hara tnm dan menetapkan anjuran pupuk di wil tropika didasarkan pd pendekatan yg berbeda pd tahap kecanggihan yg berlainan Program penilaian kesuburan tanah dpt dipilahkan menjadi: uji-tanah, analisis tanaman, omission element di rumah kaca, uji coba pupuk sederhana
1. Berdasarkan pada uji-tanah
- Salah satu pendekatan yg terpopuler
- Dikembangkan oleh International Soil Fertility Evaluation and Improvement Program, ISFEIP.
- Kesuburan tanah terutama bersangkut dg unsure hara tnm dan kead tanah
- Penilaian menyangkut tk ketersediaan & kesetimbangan hara di dalam tanah, termasuk cara yg tepat untuk menaksir seluruh faktor tsb (uji-tanah, analisis tnm, sigi tanah, kead iklim)
- Perbaikan meliputi penamb pupuk buatan, gamping, pupuk alam, dan tambahan lain pd tanah dlm jml, waktu & cara ttt, shg dpt memberi lingkungan hara yg optimum utk memperoleh hsl panen
- Program penilaian & perbaikan tanah adl khas-tempat & khas keadaan.
- Penggunaan informasi yg bijaksana mencakup pertimb thd bbrp faktor yg pengaruhi prod, tng kerja, ekonomi & ekologi
- Hanya uji-tanah saja tidak dianggap sbg cara pendekatan yg memuaskan
- Nilai yg diperoleh dlm analisis tanah adl angka empiris yg hanya berarti bila dikorelasikan dg tanggapan hasil
- Menurut Fitts (1974) melibatkan :
a. pengambilan contoh (tanah dan tanaman), CT hrs benar2 mewakili tapak, krn hanya diuji sepermilyarnya
b. analisis laboratorium (tanah dan tanaman), perlu metode yg sesuai dan benar
c. hubungan antara analisis dan tanggapan hasil, di rumah kaca & uji coba lapangan
d. penafsiran dan anjuran, berdasarkan hasil
e. memanfaatkan informasi
f. penelitian

2. Berdasarkan analisis tanaman
- berkembang di daerah tanpa system uji-tanah efektif
- untuk tanaman tahunan dan jangka panjang
- Keuntungannya: merangkumkan pengaruh peubah tanah, tanaman, iklim & pengelolaan
- merup ukuran terakhir ketersediaan unsur hara
- kerugiannya: terlambat untuk memperbaiki kondisi hara tanpa menderita kerugian hasil
- Tujuan:
a. Untuk mengenali masalah keharaan dan menetapkan jumlah perbaikannya melalui penentuan tingkat gawat
b. Menghitung nilai penyerapan unsur hara sbg kunci utk penggunaan pupuk
c. Memantau unsur hara tnm tahunan

3. Berdasarkan pemantauan unsur hara yang hilang
- Termsk menanam tnm penunjuk di dlm rumah kaca atau di lap pd tanah yg diberi pupuk scr omission element
- Mnrt Chaminade (1972), informasi yg diperoleh adl:
a. unsur hara yang kahat
b. kepentingan nisbi kekahatan itu
c. tingkat yg tunjukkan terkurasnya kesuburan akibat pemotongan/penebangan

4. Uji coba pupuk scr sederhana di ladang petani
- dikembangakan oleh Food and Agricultural Organization (FAO)
- bertujuan utk memperkenalkan pupuk sbg sarana utk menaikkan hsl panen di tropika
- mengesampingkan keaneka ragaman tanah setempat
- tidak dapat dibuat anjuran khas-tempat

5. Hubungan antara kesuburan tanah dan penggolongan tanah
- anjuran penggunaan pupuk adalah khas-tempat
- perbedaan sifat tanah merup salah satu penyebab utama utk kekhasan menurut tempat
- program penilaian kesuburan tanah hrs berhub erat dg program penyigian dan penggolongan tanah

2.7 Peranan Fauna Tanah
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan.
Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.


BAB III
PEMBAHASAN

Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur,
2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin,
3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah. (Barnes, 1997).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan.
Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati. Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu.
Keberadaan mesofauna tanah sebagai salah satu komponen hutan sangat penting, terutama dalam hal membantu kesuburan tanah hutan. Hal ini ditegaskan oleh Berryman (1986), yang menyebutkan bahwa serangga berperan penting dalam proses suksesi dan menjaga kestabilan ekosistem hutan.
Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah. Beberapa contoh organisme yang khas yang diambil dari tanah dengan menggunakan alat yang dikenal dengan corong Barlese atau corong Tullgren yang serupa, diantaranya : dua kutu oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan (Mikroentoman); japygida (Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella); pauropoda (Pauropus); kumbang pembajak (Staphylinidae); springtail atau collembola (Entomobrya); kalajengking semu (cheloneathid); miliped (diplopoda); centipede (chilopoda); larva kumbang scarabarida atau “grub”.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Collembola bersama dengan Acarina (tungau-tungau tanah) merupakan komponen utama penyusun mesofauna tanah di hampir semua ekosistem terrestrial, dan Collembola berperan penting pada proses dekomposisi serasah dan membentuk struktur mikro pada tanah (Rusek, 1998). Tercatat empat jenis Collembola spp. masing-masing dari suku Isotomidae, Entomobryidae, dan Sminthuridae, dapat juga dipergunakan sebagai indikator kesuburan revegetasi tailing pasir timah .
Famili Entomobrydae dan Isotomidae sering dijumpai pada serasah daun, tanah dan tempat-tempat lembab. Famili ini mempunyai arti penting sebagai pemakan bahan-bahan yang membusuk dan serasah daun, jarang yang bertindak sebagai hama.


BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat diseimpulkan bahwa :
• Serangga tanah berfungsi sebagai perombak material tanaman, penghancur kayu dan terutama dalam hal membantu kesuburan tanah.
• Contoh serangga tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah ialah Collembola bersama dengan Acarina (tungau-tungau tanah)
• Tercatat empat jenis Collembola spp. masing-masing dari suku Isotomidae, Entomobryidae, dan Sminthuridae, dapat juga dipergunakan sebagai indikator kesuburan revegetasi tailing pasir timah .
• Collembola merupakan pemakan mikhoriza akar yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Collembola juga dapat dijadikan bioindikator terhadap dampak penggunaan herbisida, dimana tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lahan yang tidak tercemar.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2007. http://elisa.ugm.ac.id/files/cahyonoagus/BnhG5oDE/KESUBURAN%20biologi%20TANAH.doc. 11 Juni 2009.

Anonim. 2008. Kesuburan Tanah. http://goldenbisnis.wordpress.com/kesuburan-tanah/. 11 Juni 2009.

Ansyori. 2004. Potensi cacing tanah sebagai Alternatif bio-indikator pertanian Berkelanjutan. http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/ansyori.pdf. 11 Juni 2009.

Aryantha, I.N.P. 2003. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. PAU Ilmu Hayati LPPM-ITB dan Dept. Biologi-FMIPA ITB.

Nurtjahya, E., Dede Setiadi, Edi Guhardja, Muhadiono, dan Yadi Setiadi. 2007.
Populasi Collembola di Lahan Revegetasi Tailing Timah di Pulau Bangka. http://www.unsjournals.com/D/D0804/D080413.pdf. 11 Juni 2009.

Rahmawaty. 2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit.http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty12.pdf. 11 Juni 2009.

Tidak ada komentar: