BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb.) Merupakan sumber karbohidrat yang dapat dipanen pada umur 3 – 8 bulan. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A,C dan mineral serta antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Disamping itu, ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri dan pakan ternak (Anonim, 2004).
Di Indonesia, ubi jalar umumnya sebagai bahan pangan sampingan. Sedangkan di Irian Jaya, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok. Komoditas ini ditanam baik pada lahan sawah maupun lahan tegalan. Luas panen ubu jalar diindonesia sekitar 230.000 ha dengan produktivitas sekitar 10 ton/ha. Padahal dengan teknologi maju beberapa varietas unggul ubi jalar dapat menghasilkan lebih dari 30 ton umbi basah/ha (Anonim, 2004).
Ubi jalar dapat dipanen jika umbi sudah tua dan besar. Panen dapat serentak maupun bertahap. Secara fisik ubi jalar siap dipanen apabila daun dan batang sudah mulai menguning. Didataran rendah, ubi jalar umumnya dipanen pada umur 3,5 – 5 bulan. Sedangkan didataran tinggi ubi jalar dapat dipanen pada umur 2 – 8 bulan. Namun ubi jalar yang akan dipanen mengalami kemerosotan kualitas dan kuantitsnya akibat dari serangan hama. Hama utama adalah hama boleng Cylas formicarius, penggerek batang Omphisa anastomasalis serta nematode Meloidogyne sp yang merugikan ubi jalar (Anonim, 2004).
Hama, dapat dikatakan sebagai mahluk hidup (umumnya hewan seperti serangga, tikus, nematoda) yang menyebabkan kerusakan dan kerugian pada tanaman yang dibudidayakan. Serangga adalah hama yang paling dominan menyerang tanaman. Tidak hanya sebagai hama saja melainkan juga sebagai media penular, baik untuk penyakit virus, nematoda, maupun jamur. Serangga paling banyak menyerang tanaman padi, palawija, hortikultura, buah-buahan mulai dari benih, bibit, bunga, daun, akar, batang dan buah.
Sudah banyak upaya yang dilakukan dalam menangani hama ini, terutama hama yang berasal dari kelompok serangga baik dari petani sendiri maupun pihak yang terkait dalam hal ini para peneliti di lembaga pertanian. Karena sebagian besar hama yang menyerang tanaman pertanian adalah golongan insect (serangga). Upaya pengendalian yang selama ini dilakukan diantaranya : cara mekanis yaitu mengambil satu per satu dan sekaligus membunuhnya, secara biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami maupun cara kimia. Hingga kini petani lebih memilih penggunaan cara kimia karena diyakini bahwa cara tersebut bisa langsung membunuh hama. Namun adakalanya petani kurang memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan insektisida sintetik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
• Mengetahui hama yang menyerang tanaman ubi jalar
• Mengetahui pengendalian biologis hama tersebut dengan memanfaatkan parasitoid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama
Hama adalah makhluk hidup yang menjadi pesaing, perusak, penyebar penyakit, dan pengganggu semua sumber daya yang dibutuhkan manusia. Definisi hama bersifat relatif dan sangat antroposentrik berdasarkan pada estetika, ekonomi, dan kesejahteraan pribadi yang dibentuk oleh bias budaya dan pengalaman pribadi (Sofa, 2008).
Anggota beberapa ordo dari klas Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman, namun ada beberapa yang bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan predator) serta sebagai serangga penyerbuk (Kunte, 2008).
Pengkategorian serangga hama didasarkan pada sumber daya yang dipengaruhinya. Tiga kategori umum hama serangga adalah hama estetika, hama kesehatan, serta hama pertanian dan kehutanan. Hama estetika mengganggu suasana keindahan, kenyamanan, dan kenikmatan manusia. Hama kesehatan menimbulkan dampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia berupa luka, ketidaknyamanan, stress, sakit, pingsan, dan bahkan kematian. Sekitar 50% dari seluruh jenis serangga penghuni bumi merupakan serangga herbivora yang dapat merusak tanaman pertanian dan kehutanan secara langsung atau pun tidak langsung (Sofa, 2008).
Pertanian monokultur dengan varietas tanaman yang berproduksi tinggi telah menyediakan pasokan makanan yang seragam kualitasnya dan tidak ada habis-habisnya bagi serangga herbivor. Sistem monokultur juga telah menciptakan kondisi lingkungan yang sangat mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup serangga herbivora. Keduanya menjadi pemicu ledakan hama serangga di lahan pertanian (Sofa, 2008).
Pertanian monokultur biasanya menerima asupan energi berupa pupuk buatan dan pestisida. Jika insektisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama ternyata juga membunuh atau mengusir musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen pengendali jangka panjang (musuh alami) ke agen pengendali jangka pendek (insektisida kimia). Apabila pengaruh pengendali kimia tidak ada maka populasi hama akan tumbuh tidak tertahan di lingkungan yang bebas dari musuh alaminya (Sofa, 2008).
Sebagian besar taktik pengendalian hama tidak pernah 100 % efektif. Biasanya akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Apabila materi genetik tersebut membawa gen (atau alel) resisten terhadap insektisida, maka taktik pengendalian yang pernah diterapkan akan kurang efektif terhadap generasi barunya. Populasi hama resisten dapat mencapai ledakan dengan cepat kecuali jika kita mengubah atau memperbarui taktik pengendalian sehingga menjadi lebih efektif (Sofa, 2008).
Mekanisme lain yang menyebabkan ledakan hama adalah perpindahan makhluk hidup, baik sengaja ataupun tidak sehingga mampu melintasi berbagai penghalang geografi antar negara. Jenis-jenis introduksi tersebut menikmati iklim yang sesuai, makanan melimpah, dan tidak ada musuh alami, sehingga populasinya berkembang dengan sangat cepat dan menyebar luas ke lokasi-lokasi lainnya (Sofa, 2008).
Sekarang banyak konsumen menginginkan buah dan sayuran yang bebas sama sekali dari serangga (zero tolerance) dan tidak akan mentoleransi adanya kontaminasi atau kerusakan sedikitpun karena serangga. Produsen telah ditekan oleh konsumen untuk menerapkan praktek pengendalian hama yang lebih keras sehingga dihasilkan komoditas yang diinginkannya. Konsumen tidak menyadari jika penggunaan pestisida yang intensif akan diikuti oleh resurgensi hama dan perkembangan hama sekunder karena tidak ada lagi musuh alaminya, serta munculnya hama resisten terhadap insektisida (Sofa, 2008).
2.2 Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting
1. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)
Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina . Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum . Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur —> nimfa —> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya. Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
Kecoa ( Periplaneta sp.)
Belalang sembah/mantis ( Otomantis sp.)
Belalang kayu ( Valanga nigricornis Drum.)
2. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding
Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain. Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal ( basal ) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra . Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur —> nimfa —> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya. Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :
Walang sangit ( Leptorixa oratorius Thumb.)
Kepik hijau ( Nezara viridula L)
Bapak pucung ( Dysdercus cingulatus F)
3. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)
Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera. Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> nimfa —> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman. Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti :
Wereng coklat ( Nilaparvata lugens Stal.)
Kutu putih daun kelapa ( Aleurodicus destructor Mask.)
Kutu loncat lamtoro ( Heteropsylla sp.).
4. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)
Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan. Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah , umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala. Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong (pupa) —> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera. Beberapa contoh anggotanya adalah :
Kumbang badak ( Oryctes rhinoceros L)
Kumbang janur kelapa ( Brontispa longissima Gestr)
Kumbang buas (predator) Coccinella sp.
5. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)
Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama , namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar. Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap , sedang larvanya memiliki tipe penggigit . Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong —> dewasa. Larva bertipe polipoda , memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta. Beberapa jenisnya antara lain :
Penggerek batang padi kuning ( Tryporiza incertulas Wlk)
Kupu gajah ( Attacus atlas L)
Ulat grayak pada tembakau ( Spodoptera litura )
6. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)
Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter . Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet. Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap. Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :
bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum
bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum
bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc .
Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong —> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda _ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama , parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta. Beberapa contoh anggotanya adalah :
lalat buah ( Dacus spp.)
lalat predator pada Aphis ( Asarcina aegrota F)
lalat rumah ( Musca domestica Linn.)
lalat parasitoid ( Diatraeophaga striatalis ).
7. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)
Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk. Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli. Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya.
Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva–> kepompong —> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman. Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :
Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu/padi).
Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).
Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).
8. Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng)
Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar. Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air. Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama , seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi (Kunte, 2008).
2.3 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian Hama Terpadu adalah suatu metode dalam pengelolaan atau pengendalian hama menggunakan berbagai kombinasi teknik yang diketahui dengan tujuan mengurangi tingkat populasi dan status hama ke dalam tingkat toleransi tertentu sehingga dapat dikendalikan secara alamiah (dengan musuh alami). Pengendalian ini dilakukan dengan strategi dan taktik PHT harus pula berdasarkan pada kondisi ekologi, ekonomi dan sosial. Strategi dan taktik PHT di antaranya adalah strategi tanpa tindakan, mengurangi jumlah populasi hama, mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama serta kombinasi mengurangi jumlah populasi hama dan mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama. Pengendalian biologis adalah salah satu cara pengendalian hama yang efektif dan telah digunakan sejak dahulu. Derajat kesuksesan dari satu program ke program yang lain sangatlah bervariasi dan sangat tergantung pada komponen-komponen yang ada dalam program tersebut (Sofa, 2008).
Pengendalian biologis dapat dikatakan sebagai fenomena alami, bidang studi, atau teknik aplikasi pengendalian hama yang melibatkan musuh alami. Musuh alami di sini diharapkan berperan dalam menekan hama atau spesies yang berperan sebagai hama sehingga kerusakan yang diakibatkannya berada di bawah ambang ekonomi(Sofa, 2008).
Musuh alami dapat berperan sebagai parasit, predator atau patogen. Parasit adalah organisma yang hidup pada atau dalam organisma lain yang lebih besar, yaitu inangnya. Predator adalah organisma yang hidup bebas dan makan organisma lain. Sedangkan patogen adalah mikroorganisma yang menyebabkan penyakit pada organisma lain. Insektisida mikroba dan cara-cara bioteknologi merupakan harapan di masa yang akan datang, mengingat meningkatnya masalah resistensi dan kontaminasi lingkungan oleh insektisida konvensinal di masa yang lalu (Sofa, 2008).
2. 4 Serangga Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang sebelum tahap dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang, dan bermetamorfosis (Sofa, 2008).
Ada tiga bentuk partenogenesis yang dijumpai pada parasitoid, yaitu thelyotoky (semua keturunannya betina diploid tanpa induk jantan), deuterotoky (keturunannya sebagian besar betina diploid yang tidak mempunyai induk jantan dan jarang ditemukan jantan haploid), dan arrhenotoky (keturunan jantan haploid tidak mempunyai induk jantan, dan keturunan betinanya berasal dari induk betina dan jantan (diploid) (Sofa, 2008).
Parasitoid disebut internal atau endoparasitoid jika perkembangannya di dalam rongga tubuh inang dan eksternal atau ektoparasitoid apabila perkembangannya di luar tubuh inang. Parasitoid yang membunuh atau yang melumpuhkan inang setelah meletakkan telur disebut idiobiont. Parasitoid yang tidak membunuh atau tidak melumpuhkan secara permanen setelah melakukan oviposisi disebut koinobiont. Parasitoud yang menghasilkan hanya satu keturunan dari satu inang disebut soliter dan disebut gregarius kalau jumlah keturunan yang muncul lebih dari satu individu (tetapi berasal dari satu induk) per inang (Sofa, 2008).
Hiperparasitoid atau parasitoid sekunder adalah parasitoid yang menyerang parasitoid primer. Adelphoparasitoid adalah parasitoid jantan yang memparasiti larva betina dari jenisnya sendiri. Multiparasitisme adalah parasitisme terhadap inang yang sama oleh lebih dari satu jenis parasitoid primer, superparasitisme adalah parasitisme satu inang oleh banyak parasitoid dari jenis yang sama (Sofa, 2008).
Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat (Sofa, 2008).
Dari bangsa Diptera hanya suku Tachinidae yang paling penting di dalam pengendalian alami dan hayati hama pertanian dan kehutanan. Kelompok terbesar parasitoid, yaitu bangsa Hymenoptera merupakan kelompok yang sangat penting. Dua suku utama dari supersuku Ichneumonoidea, yaitu Braconidae dan Ichneumonidae, sangat penting dalam pengendalian alami dan hayati. Dari supersuku Chalcidoidea yang dianggap sebagai kelompok parasitoid paling penting dalam pengendalian alami dan hayati adalah Mymaridae, Trichogrammatidae, Eulophidae, Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae.
Parasitoid dianggap lebih baik daripada pemangsa sebagai agen pengendali hayati. Analisis terhadap introduksi musuh alami ke Amerika serikat menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati mencapai dua kali lebih besar daripada pemangsa.
2.5 PERILAKU PARASITOID UNTUK MENEMUKAN INANG
Urutan perilaku parasitoid dalam menemukan inang dapat diringkas sebagai berikut: 1) lokasi habitat-inang, 2) lokasi inang, 3) penerimaan inang, dan 4) kesesuaian inang. Beberapa faktor penting berpengaruh terhadap perilaku parasitoid. Waktu sebelum oviposisi (peletakan telur), ritme harian dan status perkawinan merupakan faktor internal pada perilaku. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, cahaya dan angin; serta jenis tanaman, kepadatan dan kejelasan inang, adalah faktor eksternal pada parasitoid.
Perilaku Menemukan Inang dan Stimuli Kimiawi
Substansi kimia memegang peranan dalam pola perilaku parasitoid. Stimuli fisik seprti suara, gerakan, vibrasi, ukuran, bentuk, dan tekstur dianggap sebagai faktor sekunder. Parasitoid seringkali mencari letak inang atau habitat dengan perantaraan aroma tanaman inang (sinomon) bagi hama yang bersangkutan. Pada suatu inang/habitat, kebanyakan parasitoid menemukan inangnya karena adanya aroma atau senyawa kimia yang diberikan oleh inang (kairomon). Beberapa lalat tachinid mengenal inang melalui karion (decaying flesh, bangkai) dan ini dinamakan apneumon (Herminanto,2004).
Organ indera
Banyak kajian di luar negeri yang telah dilakukan pada organ indera yang digunakan untuk mendeteksi semiokimia inang atau habitat inang, terutama pada antena, ovipositor, tarsi, dan mata majemuk. Slifer (1969) pertama kali mempelajari rambut indera Nasonia vitripennis. Selanjutnya beberapa peneliti lain menyelidiki peranan organ indera pada ovipositor. Organ indera tersebut diduga dapat digunakan untuk mengetahui kairomon, perubahan dalam haemolimfa inang, atau feromon di dalam tubuh serangga inang. Parasitoid tachinid mendeteksi kairomon dalam frass (kotoran) inang dengan tarsinya (Greany et al., 1977; Thompson et al., 1983).
Sinomon Untuk Parasitoid
Sinomon dari tanaman sering menjadi kunci bagi lokasi inag/habitat parasitoid. Trichogramma pretiosom misalnya, tertarik pada volatil dari tomat, sementara braconid Diaeretiella rapae tertarik pada volatil tanaman alil isotiosianat. Beberapa seskuiterpen pada tanaman kapas diketahui bertindak sebagai atraktan ichneumonid Campoletis sonorensis. Ichneumonid lain, Itoplectis conquisitor tertarik pada bau pinus Scot tetapi tidak pada pinus merah. Kerusakan tanaman oleh serangga hama sebagai inang parasitoid sering menarik perhatian parasitoid. Apabila bau tersebut berasal dari tanaman, biasanya dikenal dengan nama sinomon. Tachinid Lixophaga diatraeae diketahui tertarik oleh tanaman tebu yang terserang serangga hama yang diparasitnya. Tachinid lain, Cyzenis albicans, tanggap terhadap daun yang dirusak oleh hama inang, kemungkinan dipacu oleh sakarosa dan fruktosa dalam daun itu.
Kairomon Yang Digunakan Oleh Parasitoid
Kairomon yang keluar dari inang ditemukan di berbagai bagian atau stadia inang, atau dari jejak yang ditinggalkannya.
Telur
Telur inang dapat menjadi sumber kairomon bagi parasitoid telur. Misalnya, Tetrastichus hagenowii melakukan gerakan mengitari dan menekan telur inang sebagai respon terhadap kalsium oksalat yang dikeluarkan oleh kelenjar asesori inang. Parasaitoid telur-larva, Chelonus texanus, terstimulir oleh kairomon larut dalam air dari telur inang. Sisik sayap inang merupakan sumber kairomon bagi beberapa parasitoid telur. Dari beberapa hidrokarbon yang telah diisolasi dari ekstrak sisik sayap Helicoverpa evanescens, trikosan adalah yang paling aktif. Parasitoid Chelonus spp. terhambat aktivitas gerakannya karena merespon sisik sayap inang dengan menggunakan antena dan melakukan eksplorasi dengan ovipositornya (Herminanto,2004).
Hemolimfa Telur
Hemolimfa telur kadang-kadang mengandung kairomon, yang memacu pelepasan telur dari ovipositor. Trichogramma spp. meletakkan telur ke dalam larutan yang mengandung garam fisiologis, garam anorganik atau glukosa.
Larva
Parasitoid menggunakan berbagai petunjuk dalam merespon larva inang, misal kutikula, kotoran, kelenjar mandibula, kelenjar benang sutera, eksuviae, hemolimfa dan lainnya. Kotoran segar dan menarik bagi parasitoid dapat menunjukkan adanya inang di sekitarnya. Kairomon untuk parasitoid Ventura canescens diidentifikasi sebagai ketone dari kotoran inang Plodia interpunctella. Kairomon untuk braconid Orgilus lepidus, Bracon melitor, Microplitis croceipes dan M. demolitor, diketahui pada kotoran inang. Aphidius nigripes tertarik pada embun madu (honey dew) aphid sebagai inangnya, dan embun madu diamati memacu perilaku mencari pada spesies ini. Sekresi kelenjar mandibula Anagasta kuehniella menstimulir gerakan oviposisi parasitoid ichneumonid V. canescens. Kairomonnya diketahui sebagai senyawa dari beberapa keton. Kairomon untuk Apanteles kariyai yang diidentifikasi dari eksuviae Pseudaletia separata, ditemukan sebagai 2,5-dialkil tetrahidrofurans (Herminanto,2004).
Pupa
Sinyal kimiawi dari pupa inang ke parasitoid pupa kurang umum dibandingkan dengan sinyal dari larva inang ke parasitoid larva. Parasitoid ichneumonid seperti Pimpla instigator dan Coccygomius turionellae, menemukan pupa inang dengan perantaraan baunya atau kontak dengan senyawa kimianya. Kairomon untuk parasitoid pupa Brachymeria intermedia diisolasi dari pupa ngengat gypsy dan diketahui sebagai beberapa hidrokarbon. Kairomon yang memacu peletakan telur pada hemolimfa pupa dari ngengat lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang merangsang oviposisi (Herminanto,2004).
Dewasa
Serangga dewasa mengeluarkan senyawa volatil untuk berkomunikasi dengan individu dari spesies sama (feromon). Beberapa parasitoid inang dewasa menggunakan feromon inangnya. Beberapa aphelinid seperti Aphytis melinus, A. cohei, dan Prospaltella perniciosi, tertarik pada feromon seksual serangga sisik (scale insect) inang. Telenomus remus secara aktif mencari inang dengan adanya feromon seks inang (Herminanto,2004).
BAB III
PEMBAHASAN
Serangga telah ada di muka bumi jauh sebelum adanya manusia dan hingga saat ini serangga seringkali berkompetisi dengan manusia, misalnya dalam hal untuk mendapatkan makanan. Dengan demikian banyak serangga dikatakan sebagai hama. Walaupun demikian banyak juga serangga yang menguntungkan atau berguna bagi manusia, misalnya sebagai polinator, penghasil madu, sutera dan lain-lain (Sofa, 2008).
Sifat serangga yang membutuhkan banyak makanan, dan dengan berkembangnya kebudayaan manusia (keperluan akan lahan, dan lain-lain), serangga seringkali menyerang tanaman pertanian/perkebunan bahkan hewan ternak. Pada awalnya, pengelolaan serangga hama banyak dilakukan dengan menggunakan insektisida. Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia akan lingkungan, konsep pengelolaan hama menuju ke arah pengendalian yang terpadu atau Pengendalian Hama Terpadu (Sofa, 2008).
Kelimpahan populasi serangga pada suatu habitat ditentukan oleh adanya keanekaragaman dan kelimpahan sumber pakan maupun sumber daya lain yang tersedia pada habitat tersebut. Serangga menanggapi sumber daya tersebut dengan cara yang kompleks. Keadaan pakan yang berfluktuasi secara musiman akan menjadi faktor pembatas bagi keberadaan populasi hewan di suatu tempat oleh adanya kompetisi antar individu.
Hama memiliki dua pengertian, secara luas hama berarti organisme yang dapat mengurangi mutu, ketersediaan, dan jumlah sumber daya tanaman bagi kepentingan manusia. Secara sempit hama berarti semua binatang yang dalam aktivitas hidupnya memakan tanaman yang dibudidayakan sehingga menimbulkan kerugian yang berarti. Serangga hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah hama penggerek batang (Omphisa anastomasalis), hama boleng (Cylas formicarius Fabr.) dan hama ulat penggulung daun (Tabidia aculealis Wlk.) (Radesa, 2008).
Salah satu faktor penghambat dalam budidaya ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lamb) varietas Cilembu adalah adanya serangan hama. Hama penting yang menyerang ubi dipertanaman dan dapat mengurangi kualitas cita rasa ubi Cilembu adalah adanya serangan hama boleng/lanas (Cylas formicarius Fabr.). Adanya serangan hama ini menyebabkan rasa ubi menjadi pahit dan tidak enak untuk dimakan. Hama ini menyerang ubi semenjak dari lapangan dan berlanjut di tempat penyimpanan yang sangat merugikan dan mempengaruhi ciri khas rasa ubi Cilembu sebagai komoditas unggulan daerah yang telah dikenal masyarakat luas.
Serangga hama lain yang dijumpai pada pertanaman ubi jalar di desa Cilembu adalah uret (Leucopholis spp.), ulat tanduk (Agrius convolvuli L.), ulat penggulung daun (Tabidia aculealis Wlk.), Helicoverpa armigera, Aspidiomorpha spp belalang (Acrida turrita L.), dan kukuyaan (Epilachna sparsa Hrbst.) (Radesa, 2008).
3.1 Hama pada tanaman Ubi jalar (Ipomoea batatas L. Lamb) varietas Cilembu
1. Hama Boleng/Lanas (Cylas formicarius Fabr.) (Coleoptera, Curculionidae)
Hama ini menyerang ubi jalar dengan cara menggerek ubi sejak di lapangan sampai di tempat penyimpanan. Hama Lanas memiliki siklus hidup berupa telur – larva – pupa – imago, stadia yang merusak adalah stadia larva dan imago. Imago berbentuk kumbang moncong kecil yang berwarna biru metalik kehitaman dengan kepala dan tungkai berwarna merah gelap. Panjang tubuh imago antara 5-7 mm.
Telur berbentuk oval dan berwarna kuning pucat dengan panjang kira-kira 0,65 mm. Telur-telur ini diletakkan satu persatu di dalam jaringan ubi. Stadia telur 6-9 hari.
Larva yang baru keluar dari telur langsung menggerek ke dalam dan membuat lorong-lorong di dalam ubi. Tubuh larva berwarna putih dengan kepala yang berwarna cokelat. Panjang tubuh larva kira-kira 9 mm. Stadium larva berlangsung 19-27 hari.
Pupa terbentuk di dalam liang gerek. Tubuh pupa mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi agak kekuningan pada waktu akan berubah menjadi imago. Panjang tubuh pupa 4 mm. Stadium pupa berlangsung 4-9 hari.
2. Hama Uret (Leucopholis spp.) (Coleoptera, Melolonthidae)
Uret merusak akar tanaman, sehingga sering menyebabkan tanaman mati.
Siklus hidup dari uret adalah telur – larva – pupa – imago, stadia yang merusak adalah stadia larva. Kumbang sebagai imago berwarna coklat tua hingga hitam dan berukuran 20-27 mm. Imago keluar dari lubang tanah pada malam hari. Sebaliknya pada siang hari bersembunyi di dalam tanah. Imago tidak merusak tanaman. Pada waktu kawin, imago betina mengeluarkan bau khas kemudian bertelur di dalam lubang dibawah permukaan tanah hingga kedalaman 1 meter. Tiap lubang dapat berisi sekitar 35 butir telur yang berwarna keputih-putihan Biasanya telur menetas setelah turun hujan.
Larva berukuran panjang 3 cm, berwarna kekuning-kuningan. Stadium larva selama 9 bulan hidup di dalam tanah. Kemudian membentuk pupa dengan lama stadium 4-5 minggu.
Stadia yang berbahaya dari serangga ini adalah stadia larva (uret), sedangkan imago yang berupa kumbang tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman ubi. Tanaman yang terserang oleh hama ini memperlihatkan gejala layu dengan daun berwarna kuning kecoklatan. Apabila batang dicabut akan tampak bekas gerekan pada leher akar.
3. Ulat Tanduk (Agrius convolvuli L.) (Lepidoptera, Sphingidae)
Ulat tanduk adalah pemakan daun ubi jalar. Ulat ini dikenal dengan nama ulat tanduk karena mempunyai tanduk pada ruas abdomen ke-8. Ditemukan pada pertanaman dataran tinggi maupun dataran rendah. Larva bila diganggu akan membentuk posisi seperti spinx. Hama ulat tanduk memiliki siklus hidup berupa telur – larva – pupa – imago, stadia yang merusak adalah stadia larva. Larva berwarna keabu-abuan, bagian perut berwarna ungu dengan warna hitam melintang dan bagian punggung berwarna keabu-abuan, rentangan sayap sekitar 10 cm. Telur berwarna hijau, diletakkan secara tunggal pada daun. Larva yang sudah sempurna panjang tubuhnya sekitar 8 – 10 cm dengan semacam tanduk berwarna kuning berada di ujung belakang. Larvanya berwarna coklat gelap, dengan warna kehijau-hijauan atau garis kuning pada sisi tubuhnya. Pupa hama ini biasanya dijumpai di dalam tanah, kokon dibangun dari daun-daun.
Imago merupakan penerbang yang baik, terbang dengan cepat. Beberapa aktif disiang hari tetapi sebagian besar aktif petang dan tertarik cahaya. Dapat berkamuflase sesuai dengan keadaan lingkungannya.
Keberadaan hama ini cukup mengganggu pertanaman ubi jalar, dimana bila populasi hama ini dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan yang serius. Ulat memakan daun mulai dari pingiran daun sehingga mengakibatkan kerusakan yang serius pada daun-daun ubi jalar yang dimakannya.
4. Ulat Penggulung Daun (Tabidia aculealis Wlk.) (Lepidoptera, Pyralidae)
Ulat ini sering ditemukan merusak daun, dengan menggulung daun terutama daun yang sudah tumbuh sempurna. Larva berwarna hijau dan hidup dalam gulungan daun muda. Larva mengikat kedua belahan daun menjadi satu, sehingga daun melipat melintang. Sebelum membentuk pupa, larva memakan di dalam tempat persembunyian yang telah dibentuknya. Larva dapat mengikat daun-daun dari ranting yang berbeda.
Hama ini memiliki siklus hidup berupa telur – larva – pupa – imago, stadia yang merusak adalah stadia larva. Pupa dibentuk di dalam gulungan daun yang direkatkan satu sama lain dengan zat perekat dari hama tersebut.
Hama ini dapat menyebabkan kerusakan yang serius. Hama ini ditemukan merusak dengan cara melipat atau menggulung daun dengan bagian atas merekat antara dua belahan daun. Tanaman ubi Cilembu yang terserang oleh ulat ini terlihat menggulung dengan bagian atas merekat antara dua belahan daun terutama daun muda yang sudah tumbuh sempurna. Serangan dari larva mengakibatkan daun menjadi berwarna coklat, daun terlihat menggulung.
5. Belalang (Acrida turrita L.) (Orthoptera, Acrididae)
Belalang jenis ini menyerang daun tanaman ubi jalar dengan cara memakan bagian tepi, bagian tengah daun, dan bagian tanaman ubi yang lainnya. Populasi belalang yang ditemukan di lapangan berjumlah 270 ekor atau rata-rata berjumlah 2 ekor per petak pengamatan. Belalang termasuk ke dalam ordo Orthoptera, memiliki tipe alat mulut menggigit dan mengunyah. Pada pertanaman ubi di Cilembu, belalang memiliki populasi terbanyak dari keseluruhan serangga hama yang ditemukan.
Belalang memiliki siklus hidup berupa telur – nimfa – imago, stadia berbahaya dari serangga ini adalah stadia nimfa dan imago. Nimfa berwarna hijau sedangkan imago berwarna cokelat, nimfa dan imago memakan daun tanaman sehingga dapat mengurangi atau menggangu proses fotosintesis tanaman.
6. Kukuyaan (Epilachna sparsa Hrbst.) (Coleoptera, Coccinelidae)
Serangga ini termasuk pada ordo Coleoptera, memiliki siklus hidup telur – larva – pupa – imago, stadia berbahaya adalah stadia larva dan imago. Larva dan imago merusak tanaman dengan cara memakan kutikula daun, sehingga daun menjadi berlubang-lubang dan tinggal tulang daunnya saja (Radesa, 2008).
3.2 Serangga Parasitoid pada tanaman ubi jalar
1. Tawon bracon (tawon pinggang pendek)
Famili Braconidae, Ordo Hymenoptera
BRACONID WASPS
Ada banyak jenis tawon bracon. Panjangnya 2-15 mm, berwarna hitam, coklat atau merah pada bagian tubuhnya. Berbagai jenis tawon bracon menyerang ulat, kutu, kepik, wereng dan serangga lain. Ada tawon bracon (namanya Euphorus helopeltidis) yang menyerang kepik pengisap (Helopeltis). Tawon bracon hinggap di atas ulat dan meletakkan telur ke dalamnya. Kadangkala ditemukan ulat dengan tawon kecil di atasnya. Ulat itu sedang diparasit. Biarkan sampai menghasilkan tawon dewasa. Di dalam tubuh seekor ulat bisa terdapat 50-150 larva tawon.
Ada pula jenis bracon yang memparasit kutu daun. Kutu mati, lalu tawon keluar dari lubang di punggung kutu.
Daur hidup
Telur dimasukkan ke dalam ulat atau serangga lain, yang menjadi inangnya. Telur menetas dan menjadi larva yang memakan inang dari dalam. Akhirnya inang mati. Larva berubah menjadi kepompong. Kadang-kadang ditemukan ulat dengan 50-150 butir kepompong kuning di atasnya. Tawon dewasa keluar dari kepompong, terbang dan kawin.
Metamorfosa sempurna
telur larva kepompong dewasa
2. Tawon ichneumon (tawon pinggang ramping)
Famili Ichneumonidae, Ordo Hymenoptera
ICHNEUMONID WASPS
Ada banyak jenis tawon ichneumon, dan tawon ini terdapat dalam berbagai warna. Tawon ini dapat menjadi parasitoid pada berbagai serangga hama. Beberapa jenis ichneumon menyerang inang dengan cara memakannya dari luar. Jenis lain makan inangnya dari dalam.
Daur hidup
Tawon ichneumon terbang mencari inangnya. Tawon hinggap pada inangnya dan menaruh telur di dalam atau di atasnya. Telur menetas dan larva makan inang dari dalam atau dari luar. Larva kemudian menjadi kepompong, dan inang mati. Kadang-kadang ditemukan ulat mati tersambung ke kepompong yang sebesar ulat itu. Kepompong itu mengandung kepompong tawon. Setelah keluar dari kepompong, tawon dewasa terbang dan kawin. Betina mencari inang lagi untuk meletakkan telurnya. Seekor betina dapat meletakkan telur pada 100 ulat.
Metamorfosa sempurna
telur larva kepompong dewasa
3. Lalat tachinid
Famili Tachinidae, Ordo Diptera
TACHINID FLIES
Lalat tachinid kelihatan seperti lalat rumah tetapi bulunya lebih tebal. Larva lalat di pupuk kandang bukan tachinid, karena larva tachinid ada di dalam ulat atau binatang lain. Lalat ini digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama secara hayati. Panjangnya lalat 3 sampai 15 mm (kepala sampai ujung sayap).
Daur hidup
Banyak jenis lalat tachinid meletakkan telur langsung pada inangnya, tetapi sebagian jenis bertelur pada tanaman yang dimakan inangnya. Lalat tachinid hinggap di atas ulat dan menaruh telur di atas atau ke dalam tubuh ulat. Ulat berusaha menghindar, tetapi telur diletakkan dengan cepat. Ada jenis tachinid lainnya meletakkan ribuan telur pada daun yang mungkin nanti dimakan oleh ulat. Bila telur itu sampai ke perut ulat, telur menetas dan larva lalat mulai makan ulat dari dalam. Larva keluar dari ulat dan ulat mati. Larva menjadi kepompong dan jatuh ke tanah. Lalat dewasa makan serbuk sari dari bunga. Tidak memakan pupuk kandang atau kotoran lain. Lalat aktif sepanjang hari. Lalat tachinid kadang-kadang beristirahat pada bunga.
4. Tawon trichogramma (tawon bersayap kipas)
Trichogrammatidae, TRICHOGRAMMATID WASPS
Trichogramma adalah tawon yang kecil sekali. Hanya sebesar butiran garam, tidak terlihat dengan mata telanjang. Jenisnya banyak, kebanyakan berwarna kekuningan dan bermata merah. Trichogramma memarasit telur. Betina meletakkan telurnya di dalam telur serangga lain, seperti penggerek buah. Telur tawon menetas di dalam telur inangnya, dan tempayak Trichogramma merusak telur inang tersebut. Dengan cara itulah tawon kecil ini merusak hama yang ukurannya jauh lebih besar dari pada diri sendiri. Mungkin anda temukan telur ulat buah atau telur ulat grayak yang berwarna kehitam-hitaman, bukan hijau atau putih seperti biasanya. Telur itu telah terparasit oleh tawon trichogramma.
Siklus hidup
Trichogramma dewasa meletakkan 1 sampai 5 butir telur ke dalam telur penggerek buah atau serangga lain. Telur trichogramma menetas, kemudian larva trichogramma memakan telur penggerek dari dalam. Kemudian menjadi kepompong, masih di dalam telur inangnya. Selanjutnya dewasa keluar dari telur sebagai tawon kecil. Dewasa kawin, dan betina meletakkan telurnya di dalam telur serangga lain. Seluruh siklus hidupnya tidak lebih dari 20 hari.
Metamorfosa sempurna
telur larva kepompong lalat
a. Trichogramma minutum
Serangga parasitoid ini berinang di telur ulat tanduk (Agrius convolvuli L.). Anggota ordo Hymenoptera itu bertubuh kecil, hanya 0, 27 mm. Namun, ia mampu melumpuhkan inangnya dalam 7 hari. Caranya betina Trichogramma menaruh lebih dari 100 telur pada satu telur inang. Kemudian telur Trichogramma menetas menjadi larva, tetapi telur inang berubah menghitam. Semakin banyak telur hama yang gagal menetas, populasi hama dapat dikendalikan. Daur hidup parasitoid mulai telur hingga larva hanya berlangsung 8 -10 hari. Ia dewasa setelah tujuh hari menjadi kokon. Selama 30 hari ia bertahan pada itu bertahan fase dewasa. Lantaran betinanya memiliki tingkat reproduksi tinggi, populasinya berkembang cepat. Ia tidak membahayakan manusia, hewan, atau tumbuhan yang bukan makanannya. Ada beberapa strain Trichogramma. Perbedaannya terdapat pada serangga yang dapat dibasmi serta adaptasi terhadap kondisi lingkungan dan tanaman yang berbeda.
5. Trichopoda pennipes
Ia musuh alami beberapa kepik lembing pemangsa labu dan ubi jalar. Betina dewasa menaruh telur di tubuh nimfa mangsanya. Dua minggu kemudian, kepik lembing mati. Sedangkan T. pennipes betina terbang mencari mangsa baru dan menitipkan ratusan telur dalam satu inang. Walau yang berhasil menjadi serangga hanya satu.
Ciri utama parasitoid ini bagian perut berwarna jingga. Ujung perut betina dewasa berwarna hitam. Sayap jantan dewasa lebih gelap. Hingga sekarang penggunaan anggota famili Tachinidae di Indonesia tergolong jarang, karena parasitoid ini rentan insektisida. Sedangkan penggunaan kimia pada lahan sayuran masih sulit dihindari.
6. Microbracon cylasovarus dan Bassus cylasovarus
Serangga tabuhan Microbracon cylasovarus dan parasitoid Bassus cylasovarus merupakan musuh alami dari hama boleng/lanas (Cylas formicarius). Capinera (1998) melaporkan bahwa beberapa spesies parasitoid C. Formicarius yang telah berhasil diperbanyak dilaboratorium adalah Bracon mellitor Say., B. punctatus (Muesebeck), Metapelma spectabile Westwood (semua termasuk ordo: Hymenoptera: Braconidae) dan Euderus purpureas Yoshimoto (Hymenoptera: Eulophidae). Selanjutnya Supriyatin (2001) menyatakan bahwa dua jenis parasitoid Microbracon cylasovarus dan Bassus cylasovarus efektif menekan populasi C. formicarius. Sharp (1995) melaporkan bahwa Phaidole megacephala (semut berkepala besar) efektif memangsa C. formicarius. Predator ini lebih efektif dibanding insektisida dalam menekan populasi C. formicarius. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, pemangsa C. formicarius meliputi semut, kumbang, belalang (Staphylinidae), dan laba-laba yang hidup aktif pada pertanaman ubi jalar (Supriyatin 2001).
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
• Serangga hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah hama penggerek batang (Omphisa anastomasalis), hama boleng (Cylas formicarius Fabr.), hama ulat penggulung daun (Tabidia aculealis Wlk.), uret (Leucopholis spp.), ulat tanduk (Agrius convolvuli L.), ulat penggulung daun (Tabidia aculealis Wlk.), Helicoverpa armigera, Aspidiomorpha spp, belalang (Acrida turrita L.), dan kukuyaan (Epilachna sparsa Hrbst.).
• Serangga parasitoid yang merupakan musuh alami hama ubi jalar ialah
-Tawon bracon (tawon pinggang pendek)
-Tawon ichneumon (tawon pinggang ramping)
-Lalat tachinid
-Tawon trichogramma (tawon bersayap kipas), Trichogramma minutum
-Microbracon cylasovarus dan Bassus cylasovarus
-Trichopoda pennipes
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Budidaya Ubi jalar. http://caffedesa.blogspot.com/2009/03/pendahuluan-ubi-jalar-ipomoea-batatas-l.html. 7 Juni 2009.
Anonim. 2008. Pengendalian Biologi Klasik. http://cyber-biology.blogspot.com/2008/08/pengendalian-biologi-klasik-sumber.html. 7 Juni 2009.
Anonim. 2008.Bertumpu Pada Serdadu mini.http://pemulung-gaul.blogspot.com/. 7 Juni 2009.
Radesa. 2008. Serangga Hama Cilembu.http://radesa.wordpress.com/. 7 Juni 2009.
Sofa. 2008. Menggunakan Serangga Pemangsa dan parasitoid sebagai Pengendalian Hama. http://massofa.wordpress.com/page/44/. 7 Juni 2009.
1 komentar:
informasi yang sangat berharga min, thankyou yaa
Posting Komentar